Balai Pengembangan Talenta Indonesia (BPTI) pada tahun 2023 ini menggelar kegiatan Olimpiade Olahraga Siswa Nasional (O2SN) secara luring (on-site), setelah 2 tahun terakhir dilaksanakan secara daring/hibrid karena pandemi Covid-19. O2SN adalah ajang talenta bidang olahraga yang melibatkan siswa SD/MI sampai dengan SMA/MA/SMK dan Pendidikan Khusus dari seluruh Indonesia. Kegiatan yang diselenggarakan di Jakarta dan sekitarnya, dari tanggal 10 s.d 16 dan 18 s.d 24 September 2023, merupakan ajang tingkat nasional, dan menjadi puncak dari serangkaian proses seleksi di daerah. Peserta tingkat nasional adalah para wakil terbaik dari daerah pada cabang-cabang yang dipertandingkan, yaitu atletik, bulu tangkis, renang, pencak silat, dan karate.
Penyelenggaraan O2SN merupakan upaya BPTI untuk mendapatkan bibit-bibit talenta unggul, calon-calon atlet daerah dan nasional. Indonesia yang berpenduduk sekitar 280 juta jiwa, masih membutuhkan banyak atlet nasional di berbagai cabang. Sungguh ironis, bahwa Indonesia dalam 5 kali SEA-GAMES terakhir, yaitu sejak 2013, tidak pernah menempati peringkat pertama, padahal jumlah penduduk kita terbesar di Asia Tenggara (nomor tiga di Asia dan empat di dunia). Kita hanya bisa menempati berturut-turut peringkat 4; 5; 5; 4; 3, sejak SEA-GAMES 2013, 2015, 2017, 2019, dan 2023. Indonesia masih di bawah Vietnam, Filipina, Malaysia, Thailand, bahkan Singapura yang jumlah penduduknya sangat kecil.
Dengan latar belakang yang cukup memprihatinkan itu, pemerintah ingin mempercepat kebangkitan kita di bidang prestasi olahraga dunia, dengan membuat program Desain Besar Olahraga Nasional (DBON) yang kemudian dielaborasi dalam kebijakan Manajemen Talenta Nasional (MTN). Selain bidang olahraga, MTN juga menggarap dua bidang lainnya, yaitu Riset dan Inovasi; serta Seni dan Budaya. Dalam program MTN, olahraga adalah salah salah satu bidang yang ditargetkan menghasilkan talenta-talenta unggul olahraga, yaitu atlet-atlet nasional yang nantinya diproyeksikan mampu berprestasi pada ajang-ajang besar internasional seperti olimpiade, kejuaraan dunia, Asian Games, Paragames, dll. Dalam strateginya, MTN mengelaborasi program nasional Desain Besar Olahraga Nasional (DBON) yang dikoordinasikan oleh Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora).
Dalam kerangka besar program pembinaan olahraga, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemdikbudristek), mendapat tugas menghasilkan bibit-bibit talenta olahraga yang akan dikembangkan lebih lanjut menjadi atlet nasional. Salah satu program yang diandalkan Kemdikbudristek ialah penyelenggaraan ajang talenta olahraga O2SN yang dilaksanakan oleh BPTI.
Di lingkungan pendidikan, olahraga adalah salah satu subyek pembelajaran dalam kurikulum satuan pendidikan, dan pembinaannya menjadi tanggung jawab bersama Kemdikbudristek, Kementerian Agama (yang menangani madrasah), dan Dinas Pendidikan di daerah. Dalam hal ini, tujuan pendidikan olahraga adalah untuk mengembangkan kebugaran dan memberikan pengetahuan tentang keolahragaan, serta memberikan pengayaan pada pendidikan karakter. Atas tujuan ini, pendidikan olahraga masuk menjadi bagian dari kurikulum wajib (intra kurikuler). Selain itu, para peserta didik yang memiliki minat dan bakat pada bidang olahraga, diwadahi dalam program ekstra kurikuler. Misalkan mereka yang berminat pada bulutangkis, maka sekolah dapat memfasilitasinya dengan menyediakan lapangan bulutangkis dan pelatih. Jika sekolah kesulitan, dapat memanfaatkan fasilitas lapangan yang biasanya banyak tersedia di luar sekolah, seperti gedung (hall) bulutangkis, GOR milik swasta atau pemerintah daerah, dll. Alangkah baiknya apabila sekolah dapat menjalin kemitraan dengan klub bulutangkis untuk mengikuti program yang lebih sistematis, agar mereka dapat berkembang lebih optimal. BPTI mendorong program seperti itu di semua satuan pendidikan dalam rangka menyukseskan program MTN/DBON. Dalam kerangka koordinasi lintas instansi/kementerian, Kemdikbudristek antara lain diberi tugas melakukan identifikasi calon bibit talenta potensial pada berbagai cabang olahraga sebanyak 150-250 ribu anak per tahun sampai dengan tahun 2024.
Dalam UU No.11/2022 tentang Keolahragaan, disebutkan dalam pasal 17 bahwa ruang lingkup olahraga mencakup: (a) Olahraga Pendidikan; (b) Olahraga Masyarakat; dan (c) Olahraga Prestasi. OLAHRAGA PENDIDIKAN diselenggarakan untuk menanamkan nilai-nilai karakter dan memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang dibutuhkan guna membangun gaya hidup sehat aktif sepanjang hayat. OLAHRAGA PRESTASI dimaksudkan sebagai upaya untuk meningkatkan kemampuan dan potensi olahragawan dalam rangka meningkatkan harkat dan martabat bangsa. Dalam berbagi perannya, Kemdikbudristek bertanggungjawab dalam pelaksanaan olahraga pendidikan, dan Kemenpora bertanggungjawab dalam menangani olahraga prestasi.
Bagaimana membedakannya, antara pembinaan olahraga pendidikan dan olahraga prestasi? Apakah penyelenggaraan O2SN sebagai ajang prestasi sejalan dengan tujuan pembinaan olahraga prestasi dan relevan dengan pembagian tanggung jawab tersebut? Kemudian, apakah O2SN dapat berperan signifikan dalam upaya mencapai goal DBON? Mari kita bahas secara ringkas mulai dengan memahami konsep program olahraga pendidikan dan olahraga prestasi.
Pada gambar berikut, terdapat dua fase pembinaan olahraga dari segi usia, yaitu fase Physical Literacy (usia 0-12 tahun), dan fase Excellence (usia 12 tahun ke atas). Kategorisasi kedua fase ini dipetakan berdasarkan kemampuan fisik dan talenta (bakat) anak. Pada fase Phyisical Literacy, tujuan pembinaan olahraga adalah untuk mencapai kebugaran dan kekuatan fisik. Selain itu, anak-anak juga dikenalkan ragam aktivitas olahraga, termasuk cabang-cabang olahraga yang nantinya mengarah pada ranah olahraga prestasi. Pembinaan terhadap anak-anak yang menyukai dan menekuni cabang olahraga tertentu yang bersifat kompetitif, lebih berorientasi pada tujuan belajar berlatih dan latihan berkompetisi. Fase ini masuk ranah olahraga pendidikan. Tetapi orientasi seperti itu terus berlanjut pada usia di atas 12 tahun apabila anak-anak tersebut, setelah dilakukan asesmen talenta, tidak memenuhi kriteria berbakat pada cabang olahraga yang sedang dijalaninya /digemarinya.
Lain halnya terhadap anak-anak di atas 12 tahun yang disimpulkan mempunyai potensi talenta/berbakat, maka mereka akan memasuki pembinaan khusus pada fase Excellence dengan tujuan mencapai prestasi maksimal. Fase Excellence dengan tolok ukur prestasi tersebut masuk dalam ranah olahraga prestasi yang ditangani oleh Kemenpora. Sedangkan pada fase Phyisical Literacy (0-12 tahun) yang masuk dalam ranah olahraga pendidikan, pembinaanya menjadi tanggung jawab Kemdikbudristek dan Kemenag.
Infografis berikut memberikan gambaran bagaimana relasi antara olahraga pendidikan dan olahraga prestasi dari segi tanggung jawab pembinaan.
Penjelasan
- Pada fase Physical Literacy, tanggung jawab pembinaan ada pada Kemdikbudristek dan Kemenag
- Pada fase Excellence usia 12-15 th (yang berbakat), pembinaannya pada Kemenpora (pada 15 Sentra Talenta Muda Nasional) dan Kemdikbudristek (pada Kelas Olahraga di SMP) & Kemenag
- Pada fase Excellence usia 15-18 th (yang berbakat), pembinaannya pada Kemenpora (pada 5 Indonesia Youth Sports Center) dan Kemdikbudristek (pada Kelas Olahraga di SMA) dan Kemenag
- Pada fase Excellence usia >18 th (yang berbakat), pembinaannya pada Kemenpora (pada 5 Indonesia Elite Sports Center) dan Kemdikbudristek (pada UKM OLahraga di Perguruan Tinggi) dan Kemenag
Penjelasan
- Pada fase Physical Literacy, tanggung jawab pembinaan ada pada Dinas Pendidikan Kab/Kota dan Kanwil Kemenag
- Pada fase Excellence usia 12-15 th (yang berbakat), pembinaannya pada Dispora (pada PPLP D Kab/Kota) dan Disdik Kab/Kota (pada Kelas Olahraga di SMP) dan Kanwil Kemenag
- Pada fase Excellence usia 15-18 th (yang berbakat), pembinaannya pada Dispora (SKO Provinsi) dan Kemdikbudristek (pada Kelas Olahraga di SMA) dan Kanwil Kemenag
- Pada fase Excellence usia >18 th (yang berbakat), pembinaannya pada Kemenpora (pada PPLM Provinsi) dan Kanwil Kemenag (pada UKM Olahraga di Perguruan Tinggi masing-masing)
Dari sudut pandang peserta didik dan orang tua, serta satuan pendidikan, adanya pemilahan olahraga pendidikan dan olahraga prestasi tidak perlu dipersoalkan dalam kaitannya dengan kepentingan melakukan pembinaan. Orang tua dan satuan pendidikan dapat mendorong dan memberikan fasilitas secara maksimal dari tempatnya masing-masing dimana anak belajar dan berlatih. Khusus bagi anak yang sudah jelas berbakat, memiliki potensi talenta cabang tertentu (dari hasil asesmen talenta), hendaknya diberikan dukungan dan fasilitas yang memadai sesuai standar kebutuhan pelatihan dari sebuah program pelatihan profesional. Karena jika tidak, maka anak yang bersangkutan tidak akan dapat berkembang maksimal dan kehilangan peluang untuk dapat menjadi atlet yang berprestasi di kancah nasional maupun internasional.
Berdasarkan data BPS, jumlah siswa Indonesia (Dikdasmen) sebanyak 44,19 juta orang, dan lebih dari separohnya (54,5%) adalah siswa SD, kemudian sebanyak 22,4% adalah siswa SMP. Dalam perspektif pembibitan talenta olahraga, maka mayoritas siswa Indonesia (76,9% atau 33,9 juta orang) yang berada pada usia pendidikan dasar adalah modal besar bagi lahirnya bibit-bibit talenta olahraga.
Untuk menjadi wadah aktualisasi talenta olahraga dengan jumlah siswa sebanyak itu (walaupun tidak semuanya berminat di bidang olahraga), maka ajang O2SN masih jauh dari mencukupi, yakni hanya dapat menampung sebanyak 1542 orang siswa (peserta tahun ini). Lalu bagaimana kita dapat memenuhi target DBON tahap 1 sebanyak 150-250 ribu bibit setahun hingga 2024? Selain soal daya tampung, ragam cabang O2SN BPTI juga masih sangat terbatas, yakni baru 5 cabang yang terdiri dari pencak silat, karate, atletik, renang, bulutangkis. Program MTN bidang olahraga/DBON menargetkan 14 cabang dengan atlit-atlitnya yang dapat mencapai prestasi puncak pada ajang internasional dan masuk 10 besar dunia pada tahun 2045.
Untuk mencapai harapan menjadi yang terbaik di tingkat ASEAN, yang dalam 5 kali SEA-GAMES terakhir selalu ada di peringkat 3-5, kita harus memberikan wadah aktualisasi prestasi yang memadai untuk dapat memunculkan bibit-bibit talenta potensial, dari 33,9 juta siswa pendidikan dasar Indonesia. Jika pemerintah tidak memiliki anggaran mencukupi maka perlu didorong peran swasta /masyarakat untuk dapat berpartisipasi dalam menyelenggarakan ajang prestasi olahraga. Kemdikbudristek bersama Kemenpora perlu melakukan akselerasi langkah-langkah secara komprehensif, sistematis, dan masif dengan program-program pembinaan mulai dari identifikasi bibit-bibit talenta olahraga (asesmen, talent scouting) hingga aktualisasi prestasi dan pengembangan lanjut (PELATNAS).
Kesempatan dan tantangan yang paling dekat yang cukup prestisius bagi pencapaian prestasi kita adalah SEA-GAMES 2024 atau SEA-GAMES 2026. Jika untuk tingkat ASEAN saja kita tidak pernah mampu menjadi yang teratas, bagaimana kita dapat menapaki prestasi hingga puncaknya, menjadi 10 teratas peringkat dunia tahun 2045. Kurun waktu 22 tahun dari sekarang hingga 2045 adalah masa yang tidak panjang lagi. Tanpa melakukan langkah-langkah yang “radikal” dan bersifat fundamental, prestasi olahraga Indonesia akan terus mengalami stagnasi prestasi yang rendah, bahkan untuk ukuran ASEAN/ASIA sekalipun. Jangan sampai kita mengalami ironi dalam prestasi olahraga ini, dengan jumlah penduduk terpadat ke-4 di dunia, dan ke-3 di Asia. Indonesia harus bangkit, semua komponen ekosistem olah raga harus bergegas!
Oleh: Angger Pramono
Tim Konsultan BPTI